THE LIVING COMPANY : Cara Perusahaan Untuk Bisa Bertahan di Tengah Perubahan

Salah satu hal yang abadi di dalam kehidupan ini adalah Perubahan. Perubahan akan terjadi setiap saat, kepada siapa saja dan dalam waktu yang tidak disangka-sangka. Yang bisa survive adalah yang siap menghadapi perubahan tersebut, dan yang tidak siap akan tergopoh-gopoh bahkan seiring berjalannya waktu maka akan terlindas oleh perubahan itu sendiri. Kita ambil beberapa contoh kasus :
 Contoh pertama adalah sekitar akhir tahun 1990’an ketika perjalanan dari Garut ke Jakarta bisa memakan waktu 5-6 jam sebelum dibangunnya jalan tol Cipularang seperti sekarang ini. Setelah melewati padalarang, anda akan melihat berjamurnya rumah makan dan aneka oleh-oleh yang siap kapan saja menjajakan buah tangan bagi para musafir. Tapi kondisi itu berbeda dengan sekarang, setelah tol cipularang dibangun, dimana kendaraan sudah banyak yang tidak melewati jalur non tol, tentu hal ini sangat berdampak pada income rumah makan dan sentra oleh-oleh. Saat ini hanya beberapa rumah makan dan sentra oleh-oleh yang masih bertahan.
 Contoh kedua adalah mungkin anda ketika di rumah pernah mengusir dan membunuh kecoa karena istri atau anak anda “geli” melihatnya.
dinoSiapa sangka kecoa itu hidup semasa dengan dinosaurus berjuta-juta tahun yang lalu. Mengapa kecoa masih hidup sampai sekarang dan dinosaurus sudah punah? Jawabannya adalah, kecoa mampu menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi sedangkan dinosaurus sebaliknya.

Dua contoh tadi menggambarkan kepada kita tentang dahsyatnya sebuah perubahan, hanya yang siap dan selalu berkembanglah yang akan bisa survive. Perubahan adalah sebuah keniscayaan dan tidak bisa kita hindari, pilihannya adalah belajar dan berkembang mengikuti perubahan atau punah terlindas perubahan tersebut.
Hal ini terjadi juga pada bisnis, setiap saat berubah bahkan dalam hitungan detik. Tuntutan customer semakin hari semakin berkembang, hanya perusahaan yang adaptable yang bisa bertahan. Siapa yang sangka di awal tahun 2000-an pasar ponsel di tanah air dikuasai oleh Nokia. Kita bisa melihat setiap gerai HP selalu didominasi oleh brand tersebut, tapi apa yang terjadi sekarang tahun 2014, Samsung pabrikan asal korea ini mendominasi pasar handphone tanah air. Begitulah saking cepatnya perubahan itu terjadi di dunia bisnis.
Dalam risetnya Arie De Geus yang berjudul “THE LIVING COMPANY growth, learning and Longevity in business (1997)” mengungkapkan bahwa usia rata-rata perusahaan yang termasuk dalam Fortune 500 dari lahir sampai mati hanya 40-50 tahun. Penelitian juga menemukan perusahaan yang berusia lebih dari 200 tahun. Kebanyakan korporasi mati premature, sebagian besar sebelum ulang tahunnya yang ke-50. Kebanyakan kematian disebabkan oleh ketidakmampuan untuk belajar. Mereka tidak mampu beradaptasi dan berubah seiring dengan perubahan dunia sekitarnya. (Peter M Senge in The Living Company – by Arie de Geus)
Terdapat hubungan yang kuat antara rendahnya harapan hidup perusahaan dengan rendahnya vitalitas ketika ia masih beroperasi. Perusahaan sebagai organisasi juga sebagai organism memang memiliki kurun hidup tertentu. Ada yang berumur pendek, sedang dan ada pula yang berumur panjang. Faktor yang membuat mereka berumur pendek (bangkrut, diakuisisi, merger paksa atau pecah berkeping-keping) adalah ketika roh kehidupan pamit dari organisasi itu. Hal ini juga sama dengan perusahaan sebagai organisasi, tidak bisa bertahan hidup ketika core value (nilai-nilai pokok perusahaan) dan core purpose (visi,misi perusahaan) sebagai pondasi tidak berdiri tegak menaungi perusahaan tersebut, maka kelanggengan perusahaan tersebut hanya tinggal menunggu waktu.
Masih dengan hasil riset dari de Geuss yang menunjukkan adanya empat karakter organisasi bisnis yang panjang umur ,yaitu :
1. Perusahaan panjang umur sensitif terhadap lingkungannya. Keberadaan mereka harmonis dan relevan dengan lingkungan usahanya. Mereka ramah lingkungan dalam arti luas. Mereka selalu belajar dan beradaptasi secara damai dengan dunia tinggal mereka.
2. Perusahaan panjang umur kuat dan kompak karena diikat oleh nilai-nilai bersama yang secara moral baik dan benar serta memiliki identitas organisasi yang khas.
3. Perusahaan panjang umur bersikap toleran, tidak memaksakan kehendak kantor pusat, rela berbagi kekuasaan dengan eselon bawah, dan mempraktikkan desentralisasi.
4. Perusahaan panjang umur, meskipun berorientasi profit, tetapi bersikap konservatif dalam hal keuangan. Mereka sangat hati-hati dalam pengeluaran dan investasi. Mereka berpantang overspending dan overinvestment, apalagi dengan utang.
Menilik dari riset de geus, satu hal yang kurang dijelaskan yaitu faktor-faktor apa saja yang membedakan tingkat keberhasilan perusahaan yang sama-sama panjang umur? Kenyataannya ada perusahaan yang sangat berhasil, tetapi ada pula yang cuma sekadar survive, meskipun sama-sama panjang umurnya.
Kesimpulannya adalah,perubahan merupakan suatu kepastian dalam kehidupan. Sebagai pribadi untuk bisa survive kita harus selalu menjadi pribadi pembelajar yang selalu siap dengan perubahan. Sebagai perusahaan, untuk bisa survive dan berhasil maka harus menjadi learning organization dengan dilandaskan pada core purposes (visi, misi) dan core value yang kuat.

Salam,
ttd towip

About Towip

Pengelola blog ini adalah Towip, S.Pd. MT. Bidang Human Resources Management & Mechanical Engineering. Blog ini menghidangkan sajian Renyah tentang hikmah dari aktifitas harian Penulis, Pengelolaan SDM, strategi bisnis, Otomotif, karir, dan management skills.
This entry was posted in MANAGEMENT. Bookmark the permalink.

Leave a comment